#Terluka (LAGI)
Oleh :
Noven Hendarta Putra
Senin pagi, 20 Januari 2014. Hari
yang cerah, seperti biasa Vino pergi ke sekolah paling duluan dari siswa-siswi
maupun guru yang lain. Kebiasaan Vino yang gak pernah hilang. Alasannya datang
paling awal sih gak muluk-muluk, dia cuma pengen ngambil bangku favorit dia
yaitu bangku barisan kedua sebelah kiri. Terkadang capek juga sih jadi orang
yang paling awal datang ke sekolah. Masalahnya itu Vino pasti datangnya paling
cepat 20 menit dari anak-anak yang lain – 20 menit yang suram -__-.
Hari ini, seperti biasa setelah
sampai di sekolah, Vino menyendiri di depan kelasnya – sebenarnya sih bukan
menyendiri, emang cuma sendiri di sekolah -__-. Mendengar lantunan musik klasik
sambil nyorat-nyoret buku, entah apa yang ditulisnya, kadang gak jelas.
Angin pagi menghembus helai demi
helai rambut Vino, angin segar pagi hari. Musik klasiknya seolah mengerti, Vino
sedang galau. Entah galau kenapa, punya pacar enggak, gebetan bisa dibilang gak
ada. Masalahnya cuma satu, Vino ngebet ngedekatin dia, tapi si dia ngejauh dari
Vino.
*************************************
Selasa, 21 Januari 2014. Hari
yang indah. Vino kelihatan sangat ceria. Seperti biasa, datang pagi ke sekolah,
musik klasik, coretan di buku, tapi hari ini berbeda. Hari ini sangat berbeda.
Tidak ada galau, tidak ada rasa kesepian. Entah mengapa.
Hujan di luar kelas masih deras,
Vino masih sibuk dengan aktivitasnya. Seorang diri di dalam kelas. Hujan hari
ini seolah berbeda dengan perasaannya. Hujan di luar masih deras tapi hatinya
masih cerah.
Goresan demi goresan kembali
terukir. Entah apa yang dia tulis. Cerpen. Puisi. Sajak. Segala yang
berhubungan dengan sastra.
Mengecek handphone 10 menit
sekali. Twitter, Facebook, Blackberry
Messenger, dan semua sosial media yang lain. Lanjut menulis lagi, menggores
satu kata demi kata mengungkap isi hati.
Pagi yang indah.
*************************************
Malam hari tanggal 22 Januari
2014, Vino kembali melanjutkan aktivitas kesehariannya. Menulis. Musik Klasik.
Sambil ber-BBM ria dengan seseorang
yang dikatakannya sebagai gebetan.
Pesan pertama dibalas, keduapun
dibalas. Tapi ia tidak melanjutkan itu, ia merasa kalau ia sedang mengganggu
lantaran si dia sedang sibuk berkutat dengan tugas dan segala macam ulangan
untuk esok hari. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya.
Vino mulai bosan. Ia melirik ke
arah tumpukan novel-novel yang telah dibelinya. Mengambil sebuah novel berjudul
‘Refrain’ – novel romance
kesukaannya. Ia mulai membaca. Halaman demi halaman telah terlewati. Tiba-tiba
handphonenya berbunyi. Sebuah BBM
dari seseorang yang dikatakannya gebetan.
Hujan berubah cerah. Ia
mengalihkan perhatiannya ke handphonenya. Membaca BBM darinya, “Hy kak. Kakak
lagi apa?”. Tiga kata yang cukup untuk membangun sebuah istana di hati Vino.
Tak bisa dibayangkan bagaiman
hatinya sangat bahagia menerima BBM
itu. Hal yang jarang terjadi – dia BBM
duluan ke Vino.
Ia melanjutkan itu sampai larut
malam. Menemani seseorang yang dikatakannya sebagai pujaan hati itu hingga tertidur.
Malam terindah yang pernah dirasakannya.
*************************************
Sebenarnya sebuah kecurigaan
telah ia rasakan sejak kemarin malam. Tapi Vino menghalau segala prasangka
buruk yang masuk ke dalam pikirannya. Berpikir positif.
Rabu, 22 Januari 2014. Berpikir.
Musik Klasik. Coretan. Goresan. Galau.
Pagi hari, sebuah kursi kosong
menanti untuk diduduki. Vino datang ke sekolah. Masih sendiri.
Ia duduk di depan kelas dengan
sebuah handphone berplaylist musik
klasik kesukaannya. Entah mengapa ia selalu memilih musik klasik. Sangat
menyukai musik klasik. Begitu pula alasannya dengan memilih menulis atau
mencorat-coret di sana-sini. Ia hanya merasa nyaman, nyaman dengan keadaan
kacau saat sendirian. Menyalurkannya lewat alunan musik klasik dan coretan
dalam cerpen, puisi, flash fiction,
dan segala karya sastra yang dimengertinya.
Alunan musik klasik dari Debussy – Claire de Lune mengiri goresan
tinta demi tinta yang menyalurkan semua perasaannya. Pagi yang indah. Pagi yang
cerah, tapi hatinya masih mendung menjelang hujan.
Pelajaran demi pelajaran
dilewati. Vino dan teman-teman memilih memesan kue dulu sebelum pulang ke
rumah. Mereka akan mengadakan sebuah surprise
party untuk teman mereka yang akan berulang tahun. Sweet seventeen – sebuah keadaan yang para remaja tafsirkan sebagai
awal dari kebebasan, kebebasan semu yang mereka artikan dengan real freedom.
*************************************
Malam hari Rabu tanggal 22
Januari 2014. Ceria. Galau. Sedih. Senang. Sendiri. Sepi. Ramai. Semua
berkumpul menjadi satu, seperti adonan kue, hehehe.
Surprise party yang diadakan tak seperi yang diharapkan. Pengacau
datang – makhluk antah berantah yang dikatakannya sebagai traitors. Vino dan teman-teman menyiapkan sebuah kue dengan
emoticon ‘sakit’ untuk temannya yang bernama Andre.
Vino menjemput temannya Venny,
teman yang sudah dikenalnya sejak kelas X SMA hingga kini kelas XI. Memang baru
satu tahun. Tapi mereka sudah bisa dibilang dekat. Sudah cukup sering bercerita
mencurahkan segala isi hati. Tapi Venny bukanlah orang yang dikatakan Vino
sebagai gebetan, dia hanya teman.
Pemberhentian kedua ia menjemput
temannya Yolanda yang kemudian dilajutkan dengan mengambil kue dari toko yang
sudah mereka pesan.
Mereka berkumpul di rumah Remei,
teman mereka. Berhenti sejenak untuk nongkrong menunggu jam sembilan malam,
waktu yang sudah diperkirakan untuk memulai acara itu.
*************************************
Vino mengecek recent update dari Blackberry Messengernya. Tanpa sengaja melihat sebuah pemberitahuan
yang memang sangat ditunggunya – pemberitahuan dari gebetannya.
Vino membuka profile dari si dia. Melihat status yang semakin membuat ia
penasaran. Sebenarnya ia telah menebak dengan inisial yang terpampang di
statusnya.
Ia memberanikan diri untuk
menanyakan itu. “Statusnya siapa tuh dek?”,
ia memulai pembicaraan lewat chat
Blackberry Messenger. Tak lama menunggu ia langsung mendapatkan balasannya,
“Ih, kakak kepo deh :D.”, jawaban
yang tak pasti terlontar, membuat Vino semakin penasaran. Ia kemudian
menanyakan ulang.
Ia menunggu beberapa menit
sebelum memperoleh balasannya. “Aku
balikan sama mantanku kak, maaf ya kak L”, jawaban yang
menghancurkan istana yang sudah dibuat oleh gebetannya – entah masih bisa
dibilang gebetan atau tidak.
Vino terhenyak. Tak tahu apa yang
harus dilakukannya. Ia semakin bingung dengan perasaanya, mana yang paling
sakit antara ditinggalkan orang yang dicintai atau jadian dengan orang yang
tidak mencintai kita.
Beberapa menit ia hanya menatap
layar handphonenya. Tidak bisa merespon apa-apa. Teman-temannya hanya melihat
Vino terhenyak, menyendiri, tak tahu apa sebabnya.
Terlalu banyak masalah yang ia
hadapi. Capek. Litak. Nduak ayyyy. Benauuu.
Ia kemudian mereplyBBM itu tadi. “Congrats dek, longlast ya. Kapan jadiannya?”, nyesek,
menyembunyikan perasaan yang sebenarnya.
ReplyBBM terus berlanjut. Si dia meminta maaf, dia bilang kalo dia
minta maaf, dia tahu perasaan Vino. Tapi dia hanya menganggapnya sebagai kakak
saja. Nyesekkk.
Chat di BBM terus
berlanjut. Tapi Vino tidak berada di sana lagi. Acara surprise pun berlangsung kurang seru dengan menyendirinya Vino. Dia
menyendiri. Sendiri. Sepi.
Ia memberanikan diri ikut berbaur
di acara itu. Memaksakan senyum dengan segala kepalsuan yang ada. Memaksakan
kecerahan masuk ke dalam hatinya yang sedang hujan deras. Ia bisa membuat
senyum palsu, tapi tidak akan pernah bisa membohongi hatinya sendiri.
*************************************