Sabtu, 25 Januari 2014

#Terluka (LAGI)

#Terluka (LAGI)
Oleh : Noven Hendarta Putra



Senin pagi, 20 Januari 2014. Hari yang cerah, seperti biasa Vino pergi ke sekolah paling duluan dari siswa-siswi maupun guru yang lain. Kebiasaan Vino yang gak pernah hilang. Alasannya datang paling awal sih gak muluk-muluk, dia cuma pengen ngambil bangku favorit dia yaitu bangku barisan kedua sebelah kiri. Terkadang capek juga sih jadi orang yang paling awal datang ke sekolah. Masalahnya itu Vino pasti datangnya paling cepat 20 menit dari anak-anak yang lain – 20 menit yang suram -__-.

Hari ini, seperti biasa setelah sampai di sekolah, Vino menyendiri di depan kelasnya – sebenarnya sih bukan menyendiri, emang cuma sendiri di sekolah -__-. Mendengar lantunan musik klasik sambil nyorat-nyoret buku, entah apa yang ditulisnya, kadang gak jelas.

Angin pagi menghembus helai demi helai rambut Vino, angin segar pagi hari. Musik klasiknya seolah mengerti, Vino sedang galau. Entah galau kenapa, punya pacar enggak, gebetan bisa dibilang gak ada. Masalahnya cuma satu, Vino ngebet ngedekatin dia, tapi si dia ngejauh dari Vino.


*************************************


Selasa, 21 Januari 2014. Hari yang indah. Vino kelihatan sangat ceria. Seperti biasa, datang pagi ke sekolah, musik klasik, coretan di buku, tapi hari ini berbeda. Hari ini sangat berbeda. Tidak ada galau, tidak ada rasa kesepian. Entah mengapa.

Hujan di luar kelas masih deras, Vino masih sibuk dengan aktivitasnya. Seorang diri di dalam kelas. Hujan hari ini seolah berbeda dengan perasaannya. Hujan di luar masih deras tapi hatinya masih cerah.

Goresan demi goresan kembali terukir. Entah apa yang dia tulis. Cerpen. Puisi. Sajak. Segala yang berhubungan dengan sastra.

Mengecek handphone 10 menit sekali. Twitter, Facebook, Blackberry Messenger, dan semua sosial media yang lain. Lanjut menulis lagi, menggores satu kata demi kata mengungkap isi hati.

Pagi yang indah.


*************************************


Malam hari tanggal 22 Januari 2014, Vino kembali melanjutkan aktivitas kesehariannya. Menulis. Musik Klasik. Sambil ber-BBM ria dengan seseorang yang dikatakannya sebagai gebetan.

Pesan pertama dibalas, keduapun dibalas. Tapi ia tidak melanjutkan itu, ia merasa kalau ia sedang mengganggu lantaran si dia sedang sibuk berkutat dengan tugas dan segala macam ulangan untuk esok hari. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya.

Vino mulai bosan. Ia melirik ke arah tumpukan novel-novel yang telah dibelinya. Mengambil sebuah novel berjudul ‘Refrain’ – novel romance kesukaannya. Ia mulai membaca. Halaman demi halaman telah terlewati. Tiba-tiba handphonenya berbunyi. Sebuah BBM dari seseorang yang dikatakannya gebetan.

Hujan berubah cerah. Ia mengalihkan perhatiannya ke handphonenya. Membaca BBM darinya, “Hy kak. Kakak lagi apa?”. Tiga kata yang cukup untuk membangun sebuah istana di hati Vino.

Tak bisa dibayangkan bagaiman hatinya sangat bahagia menerima BBM itu. Hal yang jarang terjadi – dia BBM duluan ke Vino.

Ia melanjutkan itu sampai larut malam. Menemani seseorang yang dikatakannya sebagai pujaan hati itu hingga tertidur. Malam terindah yang pernah dirasakannya.


*************************************


Sebenarnya sebuah kecurigaan telah ia rasakan sejak kemarin malam. Tapi Vino menghalau segala prasangka buruk yang masuk ke dalam pikirannya. Berpikir positif.

Rabu, 22 Januari 2014. Berpikir. Musik Klasik. Coretan. Goresan. Galau.

Pagi hari, sebuah kursi kosong menanti untuk diduduki. Vino datang ke sekolah. Masih sendiri.

Ia duduk di depan kelas dengan sebuah handphone berplaylist musik klasik kesukaannya. Entah mengapa ia selalu memilih musik klasik. Sangat menyukai musik klasik. Begitu pula alasannya dengan memilih menulis atau mencorat-coret di sana-sini. Ia hanya merasa nyaman, nyaman dengan keadaan kacau saat sendirian. Menyalurkannya lewat alunan musik klasik dan coretan dalam cerpen, puisi, flash fiction, dan segala karya sastra yang dimengertinya.

Alunan musik klasik dari Debussy – Claire de Lune mengiri goresan tinta demi tinta yang menyalurkan semua perasaannya. Pagi yang indah. Pagi yang cerah, tapi hatinya masih mendung menjelang hujan.

Pelajaran demi pelajaran dilewati. Vino dan teman-teman memilih memesan kue dulu sebelum pulang ke rumah. Mereka akan mengadakan sebuah surprise party untuk teman mereka yang akan berulang tahun. Sweet seventeen – sebuah keadaan yang para remaja tafsirkan sebagai awal dari kebebasan, kebebasan semu yang mereka artikan dengan real freedom.


*************************************


Malam hari Rabu tanggal 22 Januari 2014. Ceria. Galau. Sedih. Senang. Sendiri. Sepi. Ramai. Semua berkumpul menjadi satu, seperti adonan kue, hehehe.

Surprise party yang diadakan tak seperi yang diharapkan. Pengacau datang – makhluk antah berantah yang dikatakannya sebagai traitors. Vino dan teman-teman menyiapkan sebuah kue dengan emoticon ‘sakit’ untuk temannya yang bernama Andre.

Vino menjemput temannya Venny, teman yang sudah dikenalnya sejak kelas X SMA hingga kini kelas XI. Memang baru satu tahun. Tapi mereka sudah bisa dibilang dekat. Sudah cukup sering bercerita mencurahkan segala isi hati. Tapi Venny bukanlah orang yang dikatakan Vino sebagai gebetan, dia hanya teman.

Pemberhentian kedua ia menjemput temannya Yolanda yang kemudian dilajutkan dengan mengambil kue dari toko yang sudah mereka pesan.

Mereka berkumpul di rumah Remei, teman mereka. Berhenti sejenak untuk nongkrong menunggu jam sembilan malam, waktu yang sudah diperkirakan untuk memulai acara itu.


*************************************


Vino mengecek recent update dari Blackberry Messengernya. Tanpa sengaja melihat sebuah pemberitahuan yang memang sangat ditunggunya – pemberitahuan dari gebetannya.
Vino membuka profile dari si dia. Melihat status yang semakin membuat ia penasaran. Sebenarnya ia telah menebak dengan inisial yang terpampang di statusnya.

Ia memberanikan diri untuk menanyakan itu. “Statusnya siapa tuh dek?”, ia memulai pembicaraan lewat chat Blackberry Messenger. Tak lama menunggu ia langsung mendapatkan balasannya, “Ih, kakak kepo deh :D.”, jawaban yang tak pasti terlontar, membuat Vino semakin penasaran. Ia kemudian menanyakan ulang.

Ia menunggu beberapa menit sebelum memperoleh balasannya. “Aku balikan sama mantanku kak, maaf ya kak L”, jawaban yang menghancurkan istana yang sudah dibuat oleh gebetannya – entah masih bisa dibilang gebetan atau tidak.

Vino terhenyak. Tak tahu apa yang harus dilakukannya. Ia semakin bingung dengan perasaanya, mana yang paling sakit antara ditinggalkan orang yang dicintai atau jadian dengan orang yang tidak mencintai kita.

Beberapa menit ia hanya menatap layar handphonenya. Tidak bisa merespon apa-apa. Teman-temannya hanya melihat Vino terhenyak, menyendiri, tak tahu apa sebabnya.

Terlalu banyak masalah yang ia hadapi. Capek. Litak. Nduak ayyyy. Benauuu.

Ia kemudian mereplyBBM itu tadi. “Congrats dek, longlast ya. Kapan jadiannya?”, nyesek, menyembunyikan perasaan yang sebenarnya.

ReplyBBM terus berlanjut. Si dia meminta maaf, dia bilang kalo dia minta maaf, dia tahu perasaan Vino. Tapi dia hanya menganggapnya sebagai kakak saja. Nyesekkk.

Chat di BBM terus berlanjut. Tapi Vino tidak berada di sana lagi. Acara surprise pun berlangsung kurang seru dengan menyendirinya Vino. Dia menyendiri. Sendiri. Sepi.

Ia memberanikan diri ikut berbaur di acara itu. Memaksakan senyum dengan segala kepalsuan yang ada. Memaksakan kecerahan masuk ke dalam hatinya yang sedang hujan deras. Ia bisa membuat senyum palsu, tapi tidak akan pernah bisa membohongi hatinya sendiri.


*************************************



Kamis, 23 Januari 2014. Semua berlangsung normal. Sedih. Gembira. Senang. Galau. Semua bercampur menjadi satu. Vino masih terdiam. Stuck di sebuah kursi jamur. Ia hilang.